وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, عَنْ رَسُولِ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: - لَا يَحِلُّ قَتْلُ مُسْلِمٍ إِلَّا فِي إِحْدَى ثَلَاثِ خِصَالٍ: زَانٍ مُحْصَنٌ فَيُرْجَمُ, وَرَجُلٌ يَقْتُلُ مُسْلِمًا مُتَعَمِّدًا فَيُقْتَلُ, وَرَجُلٌ يَخْرُجُ مِنْ اَلْإِسْلَامِ فَيُحَارِبُ اَللَّهَ وَرَسُولَهُ, فَيُقْتَلُ, أَوْ يُصْلَبُ, أَوْ يُنْفَى مِنْ اَلْأَرْضِ . - رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Dari Aisyah radhiyallahu anha, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidak halal hukumnya membunuh seorang muslim kecuali karena salah satu dari 3 hal: pezina muhshan, maka pelakunya harus dirajam; seorang laki-laki yang membunuh seorang muslim secara sengaja, maka ia harus dibunuh juga; seorang laki-laki yang keluar dari agama Islam, di mana ia memerangi Allah dan Rasul-Nya,maka ia dibunuh atau disalib atau diasingkan.” (H.R. Abu Daud, no. 4353, An-Nasa’i, 7/91 dan Al-Hakim, 4/367) Dinilai shahih oleh Al-Hakim.
Peringkat Hadits
Hadits di atas adalah hadits shahih. Ia memiliki 3 jalur sanad dari Aisyah radhiyallahu anha:
Pertama, diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan Ad-Daruquthny.
Kedua, diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasa’i, Ibnu Abi Syaibah, Ath-Thayalisy dan para perawi haditsnya tsiqah.
Ketiga, diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasa’i dan Ad-Daruquthny. Sanad haditsnya shahih sesuai dengan syarat Muslim. Adz-Dzahaby menyetujuinya. Hadits ini juga dinilai shahih oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Ad-Dirayah.
Kosakata Hadits
{ خِصَالٍ} : Al-Khashlah adalah perilaku manusia, bisa berarti baik dan buruk.
{ مُحْصَنٌ} : Laki-laki yang telah menikah lalu ia berhubungan intim dengan seorang wanita muslim atau kafir dzimmy. Keduanya dewasa, berakal sehat dan orang merdeka.
{ فَيُرْجَمُ} : Ar-Rajm adalah melempar batu kepada seseorang sampai orang tersebut meninggal dunia.
{ يُصْلَبُ} : Membentangkan tubuh si pelaku dan diikat pada kayu lalu ditegakkan.
{ يُنْفَى مِنْ اَلْأَرْضِ} : diasingkan. Ia tidak boleh dibiarkan berlindung pada satu negara sampai taubatnya jelas.
Hal-hal Penting dari Hadits:
[1] Allah Ta’ala Dzat yang Maha Bijaksana dan Maha Penyayang sangat memperhatikan keabadian dan keamanan jiwa. Allah Ta’ala menetapkan hukuman melalui syariatnya sebagai bentuk pengamanan dan penjagaan jiwa, lalu menjadikan kejahatan pembunuhan sebagai dosa yang paling besar setelah menyekutukan Allah. Oleh karena itu Allah senantiasa menjaga jiwa dari penganiayaan.
[2] Allah Ta’ala melarang membunuh orang lain kecuali karena 3 hal: Janda/duda yang berzina, pembunuh dan orang murtad. Dengan demikian diperbolehkan membunuh ketiga orang tersebut, sebab membunuh mereka berarti menyelamatkan agama, jiwa dan harga diri orang lain.
[3] Sesungguhnya seorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadar dan orang-orang yang telah menjauhi diri mereka dari hal-hal yang bertentangan dengan kedua kalimat syahadat tersebut, berarti ia sebagai seorang muslim yang darah, harta dan harga dirinya haram untuk dizhalimi. Di sini seorang muslim memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan umat Islam lainnya.
[4] Diharamkannya melakukan 3 hal itu secara sekaligus atau megerjakan salah satunya. Oleh karena itu siapa yang mengerjakan salah satu dari 3 hal tersebut, maka ia berhak mendapatkan sanksi, sekalipun ia seorang non muslim –yang telah keluar dari agama Islam- atau terkena hukum hudud, yaitu apabila ia pezina atau pembunuh.
[5] Ats-Tsayyib adalah duda/janda yang berhubungan intim. Ia adalah orang merdeka dan dewasa yang telah menikah secara sah, baik laki-laki atau wanita. Apabila ia berzina, maka hukumannya dirajam dengan batu sampai meninggal dunia.
[6] Siapa yang membunuh orang lain secara sengaja, maka ia berhak dikenakan hukum qishash dengan syarat-syaratnya yang ada.
[7] Orang yang murtad/orang yang sudah keluar dari agama Islam, seharusnya dibunuh, karena kemurtadannya merupakan bukti keburukan perilaku dan kerusakan niatnya. Sesungguhnya seseorang yang hatinya telah kosong dari kebajikan dan tidak siap menerima kebajikan tersebut, maka kekufurannya akan lebih besar.
[8] Taubat yang dilakukan oleh seorang pembunuh dapat diterima menurut mayoritas ulama berdasarkan keumuman dalil-dalil hukum. Akan tetapi hak pihak yang terbunuh tidak gugur hanya karena adanya taubat tersebut. Hak-hak ini seperti hak-hak adamy lainnya. Demikian pula dengan hukum qishash atau pemaafan di mana keduanya tidak dapat menghapus dosa seorang pembunuh secara total, sekalipun antara dirinya dan Allah Ta’ala sudah tidak ada masalah. Hak tersebut tetap ada dan menjadi hak bagi pihak yang terbunuh.
Ibnul Qayyim berkata,” Setelah dianalisis sesungguhnya dalam hal pembunuhan terkait 3 hak:
Pertama, hak Allah. Hak ini hanya bisa gugur dengan adanya taubat yang sesungguhnya.
Kedua, hak keluarga si terbunuh. Hak ini bisa gugur dengan adanya pembayaran denda, terjadi perdamaian atau adanya pemaafan.
Ketiga, hak si terbunuh yang akan digantikan oleh Allah Ta’ala, yaitu berupa hak yang permanen dengan memperbaiki hubungan antara dirinya dan si pembunuh apabila si pembunuh bertaubat.”
[9] Hadits ini menjadi dalil bahwa orang yang meninggalkan ibadah shalat tidak boleh dibunuh, sebab ia tidak masuk tiga kelompok di atas. Sementara Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya hadits ini merupakan dalil mengenai keharusan membunuh seorang muslim yang meninggalkan shalat, sebab ia telah meninggalkan agamanya.”
[10] Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Seseorang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan sesungguhnya aku utusan Allah,” merupakan dalil bahwa keabsahan keislaman seseorang harus dengan mengucapkan dua kalimat syahadat atau ungkapan yang menunjukkan dua kalimat syahadat tersebut. Apabila seseorang berkata, “Saya muslim” tetapi ia tidak mengucapkan dua kalimat syahadat, maka keislamannya tidak dapat dikukuhkan.
Dikatakan dalam Ar-Raudh dan kitab lainnya, “Taubat bagi non muslim yang ingin masuk Islam adalah harus bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.”
[11] Hadits ini menjadi dalil bahwa setelah seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat, maka dengan sendirinya keabsahan keislaman orang ini tidak usah disangsikan lagi berdasarkan kesaksian ini dan ia sudah aman.
Ibnul Qayyimberkata, “Seseorang tidak boleh dipaksa untuk mengucapkan kalimat, ‘Aku bersaksi,’ melainkan seandainya seseorang berkata, “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulullah,’ maka ia sudah dikatakan muslim, berdasarkan kesepakatan para ulama dan ia mendapatkan predikat terjaga (tidak boleh dibunuh).
[12] Adapun apabila kekufuran seseorang karena mengingkari salah satu kewajiban agama, seperti shalat lima waktu, membayar zakat, menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, seperti berzina dan meminum minuman keras, mengharamkan sesuatu yang telah disepakati kehalalannya, mengingkari salah satu Nabi, kitab suci atau salah satu dari malaikat di mana mereka dinyatakan sebagai malaikat yang diciptakan oleh Allah Ta’ala serta menyatakan bahwa risalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam ditujukan kepada non-Arab, maka taubat mereka di sini harus dengan mengucapkan apa yang mereka ingkari atau mereka mengucapkan suatu ucapan, “Aku telah terbebas dari suatu ajaran yang bertentangan dengan agama Islam serta ucapan-ucapan sejenis lainnya”.
[13] Apabila seorang non muslim berkata, “Aku sudah masuk Islam” atau ia berkata, “Aku seorang muslim” dan ucapan sepadan lainnya, maka ia secara spontan sudah menjadi seorang muslim, sekalipun ia tidak mengucapkan dua kalimat syahadat berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Al-Miqdam bin Aswad, di mana ia berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ‘Bagaimana pendapatmu apabila aku bertemu dengan seorang non muslim yang menyerangku, lalu memenggal sebelah tanganku, kemudian ia berlindung pada sebuah pohon dariku, lalu berkata, ‘Aku telah masuk Islam’, apakah aku boleh membunuhnya setelah ia mengucapkan kata-kata tersebut?’ Rasulullah bersabda, “Jangan kau bunuh!”
[14] Syaikhul Islam berkata, “Apabila seseorang yang murtad telah masuk Islam, maka darah dan hartanya terjaga sekalipun seorang hakim tidak menetapkan keislamannya berdasarkan kesepakatan imam Madzhab.”
[15] Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Janda/duda yang berzina” pemahaman terbaliknya berarti bahwa hukuman hudud bagi seorang perjaka/perawan bukan hukum rajam. Terdapat sebuah hadits yang menjelaskan bahwa hukum hududnya adalah cambukan sebagaimana terdapat dalam ayat Al-Qur’an.
Al-Wazir berkata, “Para ulama sepakat bahwa seorang perjaka dan perawan apabila keduanya melakukan perbuatan zina, maka keduanya harus dicambuk. Masing-masing dicambuk sebanyak 100 kali cambukan. Ibnu Rusyd menceritakan bahwa dalam hal ini terdapat ijma’ ulama.”
[16] Sabda Rasulullah, “Jiwa dengan jiwa” secara umum menyatakan bahwa setiap jiwa harus ditebus dengan jiwa juga. Akan tetapi kemutlakan hadits telah diikat, keumumannya telah dijelaskan serta nash yang umum di-takhshish dengan nash-nash lain.
[17] Sabda Rasulullah, “Orang yang meninggalkan agama, dan keluar dari jama’ah” merupakan dalil bahwa perkumpulan dan silaturrahim yang benar dan ikatan yang kuat adalah agama Islam. Sesungguhnya tanah air, nasionalisme atau paham kebangsaan merupakan jargon-jargon palsu, prinsip-prinsip dasar yang bathil yang telah dimasuki oleh musuh-musuh Islam untuk memecah belah kekuatan umat Islam, melepaskan ikatan dan memperkecil jumlah mereka.
Sumber: Taudhiih Al-Ahkaam, Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam
Faedah dari Syarh Bulughul Maram, Pustaka Azzam, Jakarta, Cet. Ke-3, 2012
Berminat pada buku ini?
Lihat Deskripsi buku ini dan pesan di:
No comments:
Post a Comment