Friday, March 1, 2013

Apakah Muntah Manusia Najis?


Telah tersebutkan bahwa hukum asal segala sesuatu itu adalah suci. Tidak boleh dipindahkan dari hukum asalnya, kecuali dengan adanya penukilan dalil shahih yang dapat dijadikan hujjah. Tanpa ada pertentangan dengan dalil-dalil yang lebih kuat atau yang sama dengannya. Jika kita menemukannya, maka hal itu bagus. Namun, jika kita tidak menemukannya, kita wajib melarang orang-orang yang mengatakan najis. Karena klaim tersebut berarti bahwa Allah Ta’ala telah mewajibkan atas hamba-hamba-Nya untuk mencuci benda-benda tersebut, yang diduganya najis dan keberadaannya dapat menghalangi pelaksanaan shalat. Padahal tidak ada dalil mengenai hal itu.

Muntah dan sejenisnya termasuk dalam jenis ini. Tidak ditemukan dalil shahih yang memindahkannya dari hukum asalnya, yaitu suci. Memang ada hadits yang mensinyalir kenajisannya, yaitu hadits Ammar, “Kamu hanya mencuci pakaianmu dari air seni, tinja, muntah, darah dan mani.” Namun hadits ini dhaif, tidak dapat dijadikan sebagai hujjah. Wallahu a’lam.

Ada riwayat shahih dari Abu Darda, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam muntah, maka beliau berbuka dan berwudhu.” (Shahih, H.R. Abu Daud, no. 2381, At-Tirmidzy, no. 87, Ahmad (VI/443) dan selainnya)

Namun dalam hadits ini tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa muntah itu najis. Tidak ada dalil yang menunjukkan wajibnya wudhu karena muntah. Tidak juga menunjukkan batalnya wudhu karena muntah. Maksimal yang dapat kita ambil adalah disyariatkannya berwudhu karena muntah.

Karena sebatas perbuatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidaklah menunjukkan suatu kewajiban. Di samping itu, tidak semua yang membatalkan wudhu itu adalah najis.

Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hazm dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Al-Fatawa.



Sumber: Shahih Fiqh As-Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhiih Madzaahib Al-A'immah, Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim
Penerjemah: Abu Ihsan Al-Atsary
Diambil dari kitab Shahih Fiqh Sunnah, Jilid I, Pustaka At-Tazkia

No comments:

Post a Comment