Air mutanajjis adalah air yang sudah kena najis. Ada dua jenis air
mutanajjis.
Pertama, air yang kadarnya
sedikit. Pengertiannya, air yang kapasitasnya kurang dari dua qullah.
Begitu najis masuk ke dalamnya, air ini langsung disebut air mutanajjis –sekalipun
najisnya sedikit dan ciri-cirinya sebagai air tidak berubah, seperti warna,
aroma, dan rasa. Ukuran dua qullah adalah 500 liter Baghdad, yang setara dengan
192, 857 kg. Ukuran kubiknya, 1,25 hasta (panjang, lebar dan tinggi). Satu
hasta yakni sepanjang dari ujung ke siku (orang dewasa).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, ‘Aku
mendengar ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ditanya tentang
hukum air yang terletak di tanah tak bertuan, air lain yang diminum oleh
binatang buas dan melata. Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab,
" إذَا كَانَ الماءُ قلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الخَبَث "
“Jika
kadarnya dua qullah, tak mengandung najis.” Dalam riwayat Abu Daud berbunyi
" فَإَّنهُ
لا يَنْجُسُ " (Air
itu tak bernajis). (H.R. Abu Daud, no. 65, Tirmidzy, Nasa’i, Ibnu Majah dan
Ahmad)
Pengertian hadits:
apabila air kurang dari dua qullah, dihukum sebagai air nahis sekalipun tidak
berubah.
Pengertian di atas
didukung oleh hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
"
إذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَومِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ في الإنَاءِ حَتَّى
يَغْسلها ثَلاَثاً فَإنَّهُ لاَ يدْرِي أَيْنَ بَاَتت يدُهُ "
“Jika salah satu dari kalian bangun tidur, janganlah langsung
mencemplungkan tangannya ke dalam wadah air sebelum membasuhnya 3 kali karena
ia tidak tahu tempat tanggannya tadi malam.” (H.R. Muslim, no. 278)
Di dalam hadits ini, beliau shallallahu alaihi wa sallam melarang
seseorang yang baru bangun tidur untuk langsung mencemplungkan tangannya ke
air, khawatir tercampur dengan najis yang tak terlihat. Maklum, najis yang tak
terlihat bisa membuat air berubah. Beliau shallallahu alaihi wa sallam tentu
tidak melarang hal tersebut apabila dimasukkannya tangan ke dalam air tidak
menyebabkannya terkena najis.
Kedua, air yang kadarnya banyak, yakni
berkapasitas dua qulah atau lebih. Air ini tidak serta merta menjadi mutanajjis
hanya dengan jatuhnya suatu najis ke dalamnya. Akan menjadi air mutanajjis,
jika salah satu dari ketiga cirinya, yakni warna, rasa atau bau, mengalami
perubahan terlebih dahulu. Dasarnya adalah ijma’ para ulama.
An-Nawawy mengungkapkan:
قال ابن المنذر: أجمعوا أن الماء القليل أو الكثير إذا وقعت فيه نجاسة،
فغيرت طعماً أو لوناً أو ريحاً، فهو نجس.
“Ibnu Al-Mundzir berpendapat, air dengan kadar yang sedikit
ataupun banyak dan berubah rasa, warna, atau baunya karena tercampur najis,
maka air tersebut menjadi air bernajis menurut ijma’ para ulama.” (Al-Majmu’,
2/160)
Sumber: Al-Fiqh Al-Manhajy, Musthafa
Al-Bugha, Musthafa Al-Khann dan Ali Asy-Syurbajy
Penerjemah: Misran, Lc
Diketik oleh Hasan Al-Jaizy dari buku
Fikih Manhaji, Kitab Fikih Lengkap Imam Asy-Syafi’i, Darul Uswah
No comments:
Post a Comment